Gempa bumi Samudra Hindia 2004
Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh.
Gempa terjadi pada waktu 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada bujur 3.316° N 95.854° EKoordinat: 3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, ikhtisar lokasi gempa Intensitas Seismografis Densitas Peta GoogleSumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Srilangka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.
Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Langka, Inda, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar.
Sumber Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kapolri Berharap Kasus Mafia Hukum Tak Lagi Terulang
Jakarta - Pertemuan antara Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dengan Kapolri menyepakati adanya komitmen lebih dari para penegak hukum untuk memberantas mafia hukum. Kapolri pun menyatakan komitmennya agar kasus-kasus mafia hukum yang melibatkan oknum penegak hukum tidak kembali terulang.
"Ada beberapa kegiatan oleh Satgas yang terkait dengan progres bagaimana Polri untuk komitmennya menyelesaikan masalah tugas masing-masing. Tentunya kita fokus komitmen dengan hal yang berkaitan dengan mafia hukum, bagaimana penanganannya mulai dari preventif, bagaimana mengkomunikasikannya," ujar Kapolri Jenderal Timur Pradopo kepada wartawan usai pertemuan dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (21/12/2010).
Timur menjelaskan, kasus mafia hukum yang melibatkan oknum penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, hakim hingga pengacara yang sudah pernah terjadi hendaknya menjadi pelajaran penting. Dia berharap, agar kasus seperti itu tidak kembali terulang di kemudian hari.
"Kita pernah mengalami kasus mafia hukum yang melibatkan oknum polisi, jaksa dan hakim, ada pengacara, masyarakat. Artinya itu sudah pernah terjadi, jangan sampai terjadi lagi," tuturnya.
Timur menambahkan, pencegahan agar tidak kembali terulangnya kasus-kasus mafia hukum yang melibatkan oknum penegak hukum akan menjadi komitmen Polri di tahun mendatang. Dia berjanji, data-data mafia hukum yang pernah dilaporkan Satgas Anti Mafia Hukum akan ditindaklanjuti.
"Saya kira itu komitmen (tidak akan ada kasus serupa di tahun depan). Kalau ada kita proses. Sekali lagi itu komitmen untuk diperangi bersama," tegas Timur.
Sementara itu, mengenai pertemuan bersama jajaran Polkam dan lembaga negara yang bertugas dalam penegakan hukum yang dijadwalkan pada Rabu (22/12) pagi di Istana Bogor, Timur berharap pertemuan ini bisa menjadi sarana diskusi yang efektif guna mencegah adanya mafia hukum dalam tubuh institusi penegak hukum.
"Itu kegiatan dimana saya bisa sharing dan diskusi tentang bagaimana yang efektif dan efisien, dan untuk mencegah hal-hal seperti itu," harap Timur.
sumber: http://m.detik.com
"Ada beberapa kegiatan oleh Satgas yang terkait dengan progres bagaimana Polri untuk komitmennya menyelesaikan masalah tugas masing-masing. Tentunya kita fokus komitmen dengan hal yang berkaitan dengan mafia hukum, bagaimana penanganannya mulai dari preventif, bagaimana mengkomunikasikannya," ujar Kapolri Jenderal Timur Pradopo kepada wartawan usai pertemuan dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (21/12/2010).
Timur menjelaskan, kasus mafia hukum yang melibatkan oknum penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, hakim hingga pengacara yang sudah pernah terjadi hendaknya menjadi pelajaran penting. Dia berharap, agar kasus seperti itu tidak kembali terulang di kemudian hari.
"Kita pernah mengalami kasus mafia hukum yang melibatkan oknum polisi, jaksa dan hakim, ada pengacara, masyarakat. Artinya itu sudah pernah terjadi, jangan sampai terjadi lagi," tuturnya.
Timur menambahkan, pencegahan agar tidak kembali terulangnya kasus-kasus mafia hukum yang melibatkan oknum penegak hukum akan menjadi komitmen Polri di tahun mendatang. Dia berjanji, data-data mafia hukum yang pernah dilaporkan Satgas Anti Mafia Hukum akan ditindaklanjuti.
"Saya kira itu komitmen (tidak akan ada kasus serupa di tahun depan). Kalau ada kita proses. Sekali lagi itu komitmen untuk diperangi bersama," tegas Timur.
Sementara itu, mengenai pertemuan bersama jajaran Polkam dan lembaga negara yang bertugas dalam penegakan hukum yang dijadwalkan pada Rabu (22/12) pagi di Istana Bogor, Timur berharap pertemuan ini bisa menjadi sarana diskusi yang efektif guna mencegah adanya mafia hukum dalam tubuh institusi penegak hukum.
"Itu kegiatan dimana saya bisa sharing dan diskusi tentang bagaimana yang efektif dan efisien, dan untuk mencegah hal-hal seperti itu," harap Timur.
sumber: http://m.detik.com
Artalyta-kasus Penyuapan Jaksa dan Mafia Peradilan
Di bawah adalah artikel-artikel yang memuat berbagai kasus tentang Mafia Peradilan. Terdakwa bisa membayar sejumlah uang ke oknum polisi atau kejaksaan untuk keringanan hukuman.
Di bawah adalah artikel-artikel yang memuat berbagai kasus tentang Mafia Peradilan. Terdakwa bisa membayar sejumlah uang ke oknum polisi atau kejaksaan untuk keringanan hukuman.
Di Majalah Trust disebutkan bagaimana para jaksa hidup dengan mewah meski penghasilannya biasa-biasa saja. Pelataran Parkir Mabes Polri juga dipenuhi mobil mewah. Ada juga pengakuan seorang pengacara sebagai berikut:
Nyanyian lain tentang kemaruknya jaksa datang dari seorang pengacara. Katanya, untuk bisa negosiasi dengan jaksa, paling tidak harus menyiapkan dana Rp 500 juta.
Pembagian duitnya pun bervariasi sesuai kepangkatan. Kajati, misalnya, mendapat Rp 250 juta. Pejabat setingkat Asisten Jaksa Tinggi mendapat Rp 125 juta. Lalu, sisanya diberikan kepada jaksa cere yang mondar-mandir di pengadilan. “Kami membayar setelah putusan diketuk dan biasanya di Hotel Sahid dan Hotel Kartika Chandra,” tutur si pengacara.
Di Kompas ditulis cuplikan transkrip percakapan antara seorang jaksa dengan terdakwa. Jaksa tersebut mengatakan bahwa dia akan dicopot sambil tertawa ringan. Sepertinya dia tidak merasa takut sama sekali. Memang banyak aparat hukum yang dicopot dari jabatannya ketika melakukan pelanggaran hukum. Tapi setahun dua tahun kemudian kembali menduduki jabatan lagi. Oleh karena itu pencopotan jabatan bukanlah sesuatu hal yang harus ditakuti.
Harusnya jika ada Jaksa yang korup, bukan sekedar dicopot dari jabatannya. Tapi harta hasil korupsi harus disita. Dia harus dipecat dan diseret ke pengadilan untuk dihukum sebesar-besarnya. Ini agar timbul efek jera.
Andrinof A Chaniago dari CIRUS dalam makalahnya tentang “Reformasi Institusi Kejaksaan dan Kepolisian” mengungkap berbagai kasus suap terhadap polisi dan kejaksaan.
Kasus Gayus Tambunan
Terkuaknya kasus Gayus Tambunan dan tertangkapnya hakim Ibrahim menambah deret panjang kasus-kasus penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Pada kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak dengan Golongan III A ditemukan memiliki kekayaan di rekeningnya sebesar Rp 25 miliar, rumah mewah di Kelapa Gading bernilai sekitar Rp 1 miliar serta mobil mewah Mercedez Bens dan Ford Everest.
Dengan kekayaan sebesar itu, Gayus Tambunan mengalahkan kekayaan Presiden SBY yang melaporkan kekayaannya sebesar Rp 7 miliar di KPU saat pilpres 2009 lalu.
Sebelum menjadi miliarder, Gayus sendiri berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan tinggal di sebuah gang padat penduduk di daerah Warakas, Jakarta Utara.
Di lingkungannya, Gayus dikenal cerdas sehingga bisa menyelesaikan kuliahnya di STAN pada usia 20 tahun dan ditempatkan pada Ditjen Pajak di Jakarta. Dalam rentang 10 tahun bekerja di Ditjen Pajak, kehidupan Gayus menjelma bak hidup di negeri impian.
Sebelum terkuak kekayaan di media massa, Gayus Tambunan pernah berurusan dengan Pengadilan Negeri Tangerang dengan dakwaan melakukan tindak pidana pencucian uang dan penipuan.
Dakwaan ini berdasarkan aliran dana mencurigakan yang ditemukan oleh Bareskim Mabes Polri ke rekeningnya di Bank Central Asia (BCA) Bintaro, Kota Tangerang Selatan sebesar Rp 170 juta pada 21 September 2007 dan Rp 200 juta pada 15 Agustus 2008.
Namun dakwaan tersebut tidak berhasil menjeratnya ke penjara karena Pengadilan Negeri Tangerang memberikan putusan vonis bebas baginya pada tanggal 12 Maret 2010.
Pascaputusan Pengadilan Tangerang, Susno Duadji membeberkan kepada wartawan pada saat peluncuran bukunya bahwa pada saat dirinya menjabat Kabareskim terdapat satu kasus dugaan korupsi dengan ditemukannya aliran dana mencurigakan sebesar Rp 25 miliar ke rekening pribadi seorang pegawai pajak.
Kasus tersebut kemudian berkembang menjadi kasus korupsi pajak untuk dana Rp 24,6 miliar, sedang sisanya dimasukkan sebagai kasus pencucian uang sebesar Rp 400 juta dan telah ditangani Bareski sejak Maret 2009.
Namun setelah Susno Duadji diberhentikan sebagai Kabareskim, bersamaan dengan itu pula kasus korupsi pajak Gayus menguap dan diklaim sebagai titipan dari seorang pengusaha bernama Ade Kosasih. Namun Susno mencurigai dana tersebut sudah dicairkan dan dibagi-bagi diantara polisi yang melibatkan tiga orang jenderal polisi.
Mencuatnya kasus Gayus Tambunan merembes pula pada program reformasi birokrasi yang diterapkan pada Departemen Keuangan yang telah menelan biaya yang sangat besar. Pada tahun 2008 saja tercatat anggaran yang tersedot untuk anggaran reformasi birokrasi untuk Depkeu mencapai Rp 1 triliun.
Program strategis tersebut bertujuan menegakkan disiplin pegawai dalam lingkup Depkeu dengan meningkatkan renumerasi yang berbeda dengan pegawai negeri pada umumnya. Gayus yang berstatus pegawai negeri golongan III A diberi gaji Rp 12,5 juta per bulan.
Namun bukannya Gayus semakin disiplin dengan renumerasi diatas rata-rata pegawai negeri, namun justru menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya untuk memperkaya diri. Inilah ironi program reformasi birokrasi ala Sri Mulyani Indrawati.
Pada kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai Ditjen Pajak dengan Golongan III A ditemukan memiliki kekayaan di rekeningnya sebesar Rp 25 miliar, rumah mewah di Kelapa Gading bernilai sekitar Rp 1 miliar serta mobil mewah Mercedez Bens dan Ford Everest.
Dengan kekayaan sebesar itu, Gayus Tambunan mengalahkan kekayaan Presiden SBY yang melaporkan kekayaannya sebesar Rp 7 miliar di KPU saat pilpres 2009 lalu.
Sebelum menjadi miliarder, Gayus sendiri berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan tinggal di sebuah gang padat penduduk di daerah Warakas, Jakarta Utara.
Di lingkungannya, Gayus dikenal cerdas sehingga bisa menyelesaikan kuliahnya di STAN pada usia 20 tahun dan ditempatkan pada Ditjen Pajak di Jakarta. Dalam rentang 10 tahun bekerja di Ditjen Pajak, kehidupan Gayus menjelma bak hidup di negeri impian.
Sebelum terkuak kekayaan di media massa, Gayus Tambunan pernah berurusan dengan Pengadilan Negeri Tangerang dengan dakwaan melakukan tindak pidana pencucian uang dan penipuan.
Dakwaan ini berdasarkan aliran dana mencurigakan yang ditemukan oleh Bareskim Mabes Polri ke rekeningnya di Bank Central Asia (BCA) Bintaro, Kota Tangerang Selatan sebesar Rp 170 juta pada 21 September 2007 dan Rp 200 juta pada 15 Agustus 2008.
Namun dakwaan tersebut tidak berhasil menjeratnya ke penjara karena Pengadilan Negeri Tangerang memberikan putusan vonis bebas baginya pada tanggal 12 Maret 2010.
Pascaputusan Pengadilan Tangerang, Susno Duadji membeberkan kepada wartawan pada saat peluncuran bukunya bahwa pada saat dirinya menjabat Kabareskim terdapat satu kasus dugaan korupsi dengan ditemukannya aliran dana mencurigakan sebesar Rp 25 miliar ke rekening pribadi seorang pegawai pajak.
Kasus tersebut kemudian berkembang menjadi kasus korupsi pajak untuk dana Rp 24,6 miliar, sedang sisanya dimasukkan sebagai kasus pencucian uang sebesar Rp 400 juta dan telah ditangani Bareski sejak Maret 2009.
Namun setelah Susno Duadji diberhentikan sebagai Kabareskim, bersamaan dengan itu pula kasus korupsi pajak Gayus menguap dan diklaim sebagai titipan dari seorang pengusaha bernama Ade Kosasih. Namun Susno mencurigai dana tersebut sudah dicairkan dan dibagi-bagi diantara polisi yang melibatkan tiga orang jenderal polisi.
Mencuatnya kasus Gayus Tambunan merembes pula pada program reformasi birokrasi yang diterapkan pada Departemen Keuangan yang telah menelan biaya yang sangat besar. Pada tahun 2008 saja tercatat anggaran yang tersedot untuk anggaran reformasi birokrasi untuk Depkeu mencapai Rp 1 triliun.
Program strategis tersebut bertujuan menegakkan disiplin pegawai dalam lingkup Depkeu dengan meningkatkan renumerasi yang berbeda dengan pegawai negeri pada umumnya. Gayus yang berstatus pegawai negeri golongan III A diberi gaji Rp 12,5 juta per bulan.
Namun bukannya Gayus semakin disiplin dengan renumerasi diatas rata-rata pegawai negeri, namun justru menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya untuk memperkaya diri. Inilah ironi program reformasi birokrasi ala Sri Mulyani Indrawati.
Sumber : Fajar Metro News
Bencana Banjir di Jakarta
Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang membanjiri Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir juga berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, yang mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.
Menurut pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai rata-rata 235 mm, bahkan diperkirakan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.
Banjir 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar